UPACARA GREBEG MAULUD
KERATON YOGYAKARTA
Upacara perarakan gunungan di Keraton Yogyakarta (maupun
Surakarta) lebih dikenal dengan Upacara
Grebeg. Ada pula yang mengatakan sebagai Upacara Sekaten. Dalam tradisi di
Keraton Yogyakarta, Upacara Grebeg umumnya diselenggarakan sebanyak tiga kali
dalam setahun. Upacara Grebeg tersebut meliputi Grebeg Syawal, Grebeg Maulud,
dan Grebeg Besar. Grebeg Syawal dilaksanakan sebagai bentuk peringatan akan
selesainya bulan puasa atau bulan Ramadhan dan hadirnya bulan Syawal. Grebeg
Maulud dilaksanakan sebagai bentuk peringatan akan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan Grebeg Besar dilakasanakan sebagai bentuk peringatan akan bulan Besar
atau bulan Dzulhijah.
Istilah grebeg berasal dari keluarnya raja dan keluarga
dalam upacara tersebut dengan diiringi para punggawa yang proses keluarnya
digambarkan seperti diiringi angin yang berbunyi gerebeg...gerebeg...
Upacara Grebeg di Yogyakarta dipercaya telah dilaksanakan
sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792). Pelaksanaan
Upacara Grebeg dianggap sebagai wujud atau simbol kemurahan dan perlindungan
raja terhadap kawulanya. Simbol itu diwujudkan dengan perarakan gunungan yang
dikawal kesatuan-kesatuan prajurit kertaon yang disebut bregada. Untuk Keraton
Yogyakarta terdapat 10 kesatuan prajurit yang mengiringi perarakan gunungan
itu, yakni Prajurit Wirabraja, Daeng, Nyutra, Mantrijero, Patang Puluh, Bugis,
Ketanggung, Jagakarya, Prawiratama, dan Surakarsa. Pada masa lalu ada bregada
atau kesatuan prajurit lain,yakni Sumaatmaja, Jager, dan Langenastra.
Pada Upacara Grebeg Maulud, 16 Februari 2011 lalu gunungan
yang diarak berjumlah tujuh buah. Enam buah diperebutkan di halaman Masjid
Agung Keraton Yogyakarta sedang yang satunya lagi dikirimkan ke Kadipaten Paku
Alaman untuk diperebutkan di sana. Satu buah lagi diperebutkan di Kepatihan
Yogyakarta. Berkaitan dengan itu Kadipaten Paku Alaman juga mengirimkan dua
buah bregada prajurit untuk menjemput gunungan tersebut. Kedua kesatuan atau
bregada prajurit dari Kadipaten Paku Alaman itu adalah Prajurit Plangkir dan
Draghonder.
Ada pun rincian gunungan yang diperebutkan bagi masyarakat
umum ini adalah Gunungan Gepak (1 buah), Gunungan Lanang (2 buah), Gunungan
Dharat (1 buah), Gunungan Wadon (1 buah), Gunungan Bromo (1 buah), dan Gunungan
Pawuhan (1 buah). Gunungan itu sendiri sesungguhnya merupakan rangkaian makanan
yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk semacam gunung.
Gunungan-gunungan ini semula disemayamkan di tempat yang dinamakan Keben untuk
kemudian dibawa ke Alun-alun Utara dan diarak menuju tempat yang telah
ditentukan (Masjid Agung Keraton Yogyakarta, Masjid Paku Alaman, dan
Kepatihan).
Perarakan gunungan ini dilakukan di bawah pengawalan
kesatuan-kesatuan prajurit seperti tersebut di atas. Bahkan untuk gunungan yang
diberikan ke Kepatihan dilakukan dengan pengawalan sepasang gajah. Gunungan
yang diarak ini sebelumnya diserahterimakan di Pagelaran oleh panitia kepada
Manggalayuda Prajurit Keraton yang dalam hal ini adalah GBPH. Yudaningrat. Manggalayuda
inilah yang menjadi pimpinan tertinggi prajurit keraton dan yang bertanggung
jawab dalam pelaksanaan perarakan gunungan hingga sampai ke tempat yang dituju.
Gunungan yang diarak dari Pagelaran Keraton ini merupakan
simbolisasi dari kemurahan hati raja kepada kawulanya atau dalam bahasa Jawa
disebut juga sebagai simbol kekucah dalem. Dalam hal ini raja digambarkan
sebagai sosok yang mengayomi, mengayemi, dan mengenyangkan kawulanya. Pada
acara Grebeg kali ini gunungan dan ubarampenya diperebutkan di tiga tempat,
yakni halaman Kantor Gubernur DIY (kepatihan), halaman Pura Paku Alaman, dan
halaman Masjid Agung Kauman.
Antusiasme masyarakat dalam menyambut perarakan gunungan ini
dari tahun ke tahun tampaknya tidak pernah susut. Hal ini terbukti dengan
berjubalnya masyarakat di sepanjang jalan yang akan dilalui oleh rombongan
pengiring gunungan tersebut. Bahkan banyak juga warga dari luar kota yang telah
di datang di lokasi sejak semalam atau bahkan sehari sebelumnya. Mereka datang
dari jauh untuk datang ke lokasi dan memperebutkan gunungan dengan
kepercayaannya masing-masing. Banyak juga yang datang karena ingin memuaskan
rasa penasarannya terhadap keberadaan prosesi gunungan atau Upacara Grebeg
tersebut.
Beberapa warga yang ditemui di lokasi, di antaranya berasal
dari Magelang menyatakan bahwa mereka datang ke halaman Masjid Agung sejak
sore-malam sebelumnya. Mereka menginap di tempat itu dengan tidur beralaskan
koran dan hanya asal bisa berbaring. Mereka datang dan ingin bisa mendapatkan
bagian dari gunungan. Sebagian mereka percaya bahwa ubarampe yang terdapat di
gunungan akan memberikan berkah tertentu bagi mereka. Bagi yang memiliki
profesi dagang mereka percaya bahwa dengan demikian dagangan mereka akan laris.
Demikian pula jika yang memperebutkan adalah seorang petani, maka mereka
percaya bahwa tanaman mereka akan menghasilkan panenan yang baik serta tanah
pertaniannya subur. Sedangkan bagi yang masih bujangan mereka percaya bahwa
mereka akan cepat menemukan jodoh, dan sebagainya.
Kepercayaan demikian disebabkan oleh karena gunungan
tersebut dibuat dengan disertai doa-doa. Bahkan doa resminya dilakukan oleh
ulama yang ditunjuk keraton. Oleh karena hal-hal semacam itu, maka banyak orang
percaya akan keberkahan dari gunungan tersebut. Tidak mengherankan juga jika
dalam acara perebutan gunungan itu warga masyarakat rela menunggu hingga dalam
waktu lama untuk dapat ikut memperebutkan gunungan. Mereka rela
berdesak-desakan dan berpeluh ria untuk dapat memperebutkan gunungan. Resiko
terinjak-injak, jatuh, bahkan kecopetan pun seolah tidak mereka pedulikan asal
bisa memperoleh bagian dari ubarampe pembuat gunungan.
Antusiasme masyarakat dalam menyambut perarakan gunungan
tersebut pada sisi lain menjadi daya tarik wisata yang tentu saja berimplikasi
pada pemasukan devisa dan menjadi motor bagi pergerakan ekonomi di lokasi yang
bersangkutan. Tidak mengherankan juga jika prosesi ini dikemas dan disatukan
dengan berbagai kegiatan lain semacam PMPS yang memberikan peluang bagi
masyarakat untuk mengembangkan usaha ekonominya. Bahkan untuk berbagai ajang
sosialisasi program atau produk termasuk kreasi seni.
Dengan demikian pula prosesi atau hajat dalem gunungan ini
bukan semata-mata sebagai simbol bagi kekucah dalem, namun dalam skala makro
juga menjadi ajang berbagai kepentingan khususnya religi, budaya, dan tentu
saja ekonomi.
Hubungi
selengkapnya :
Nama
: Agus Piranhamas
Telp
: 081-556-711-744 (Indosat)
Website
: www.pembicarainternetmarketing.com
Facebook
: Agus Piranhamas Realitor II (https://www.facebook.com/GURU.Internet.Marketing
)
Di
Post Oleh : Lia Indah Kumala Putri (9967374544) / Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) / SMK Negeri 4
Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar