Kamis, 18 September 2014

+6281-333-841183 (Telkomsel), Jasa Website Jogja, Jasa Pembuat Website Jogja, Jasa Desain Website Jogja

Jasa Web Jogja, Jasa Website Jogja, Jasa Membuat Website Jogja, Jasa Pembuat Website Jogja, Desain Website Jogja, Web Design Jakarta Jogja, Jasa Web Desain Jogja, Jasa Pembuatan Website Jogja, Jasa Toko Online Jogja, Jasa Desain Website Jogja



UPACARA GREBEG MAULUD KERATON YOGYAKARTA



Upacara perarakan gunungan di Keraton Yogyakarta (maupun Surakarta) lebih dikenal dengan Upacara Grebeg. Ada pula yang mengatakan sebagai Upacara Sekaten. Dalam tradisi di Keraton Yogyakarta, Upacara Grebeg umumnya diselenggarakan sebanyak tiga kali dalam setahun. Upacara Grebeg tersebut meliputi Grebeg Syawal, Grebeg Maulud, dan Grebeg Besar. Grebeg Syawal dilaksanakan sebagai bentuk peringatan akan selesainya bulan puasa atau bulan Ramadhan dan hadirnya bulan Syawal. Grebeg Maulud dilaksanakan sebagai bentuk peringatan akan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Grebeg Besar dilakasanakan sebagai bentuk peringatan akan bulan Besar atau bulan Dzulhijah.

Istilah grebeg berasal dari keluarnya raja dan keluarga dalam upacara tersebut dengan diiringi para punggawa yang proses keluarnya digambarkan seperti diiringi angin yang berbunyi gerebeg...gerebeg...

Upacara Grebeg di Yogyakarta dipercaya telah dilaksanakan sejak zaman pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792). Pelaksanaan Upacara Grebeg dianggap sebagai wujud atau simbol kemurahan dan perlindungan raja terhadap kawulanya. Simbol itu diwujudkan dengan perarakan gunungan yang dikawal kesatuan-kesatuan prajurit kertaon yang disebut bregada. Untuk Keraton Yogyakarta terdapat 10 kesatuan prajurit yang mengiringi perarakan gunungan itu, yakni Prajurit Wirabraja, Daeng, Nyutra, Mantrijero, Patang Puluh, Bugis, Ketanggung, Jagakarya, Prawiratama, dan Surakarsa. Pada masa lalu ada bregada atau kesatuan prajurit lain,yakni Sumaatmaja, Jager, dan Langenastra.

Pada Upacara Grebeg Maulud, 16 Februari 2011 lalu gunungan yang diarak berjumlah tujuh buah. Enam buah diperebutkan di halaman Masjid Agung Keraton Yogyakarta sedang yang satunya lagi dikirimkan ke Kadipaten Paku Alaman untuk diperebutkan di sana. Satu buah lagi diperebutkan di Kepatihan Yogyakarta. Berkaitan dengan itu Kadipaten Paku Alaman juga mengirimkan dua buah bregada prajurit untuk menjemput gunungan tersebut. Kedua kesatuan atau bregada prajurit dari Kadipaten Paku Alaman itu adalah Prajurit Plangkir dan Draghonder.

Ada pun rincian gunungan yang diperebutkan bagi masyarakat umum ini adalah Gunungan Gepak (1 buah), Gunungan Lanang (2 buah), Gunungan Dharat (1 buah), Gunungan Wadon (1 buah), Gunungan Bromo (1 buah), dan Gunungan Pawuhan (1 buah). Gunungan itu sendiri sesungguhnya merupakan rangkaian makanan yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk semacam gunung. Gunungan-gunungan ini semula disemayamkan di tempat yang dinamakan Keben untuk kemudian dibawa ke Alun-alun Utara dan diarak menuju tempat yang telah ditentukan (Masjid Agung Keraton Yogyakarta, Masjid Paku Alaman, dan Kepatihan).

Perarakan gunungan ini dilakukan di bawah pengawalan kesatuan-kesatuan prajurit seperti tersebut di atas. Bahkan untuk gunungan yang diberikan ke Kepatihan dilakukan dengan pengawalan sepasang gajah. Gunungan yang diarak ini sebelumnya diserahterimakan di Pagelaran oleh panitia kepada Manggalayuda Prajurit Keraton yang dalam hal ini adalah GBPH. Yudaningrat. Manggalayuda inilah yang menjadi pimpinan tertinggi prajurit keraton dan yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan perarakan gunungan hingga sampai ke tempat yang dituju.

Gunungan yang diarak dari Pagelaran Keraton ini merupakan simbolisasi dari kemurahan hati raja kepada kawulanya atau dalam bahasa Jawa disebut juga sebagai simbol kekucah dalem. Dalam hal ini raja digambarkan sebagai sosok yang mengayomi, mengayemi, dan mengenyangkan kawulanya. Pada acara Grebeg kali ini gunungan dan ubarampenya diperebutkan di tiga tempat, yakni halaman Kantor Gubernur DIY (kepatihan), halaman Pura Paku Alaman, dan halaman Masjid Agung Kauman.

Antusiasme masyarakat dalam menyambut perarakan gunungan ini dari tahun ke tahun tampaknya tidak pernah susut. Hal ini terbukti dengan berjubalnya masyarakat di sepanjang jalan yang akan dilalui oleh rombongan pengiring gunungan tersebut. Bahkan banyak juga warga dari luar kota yang telah di datang di lokasi sejak semalam atau bahkan sehari sebelumnya. Mereka datang dari jauh untuk datang ke lokasi dan memperebutkan gunungan dengan kepercayaannya masing-masing. Banyak juga yang datang karena ingin memuaskan rasa penasarannya terhadap keberadaan prosesi gunungan atau Upacara Grebeg tersebut.

Beberapa warga yang ditemui di lokasi, di antaranya berasal dari Magelang menyatakan bahwa mereka datang ke halaman Masjid Agung sejak sore-malam sebelumnya. Mereka menginap di tempat itu dengan tidur beralaskan koran dan hanya asal bisa berbaring. Mereka datang dan ingin bisa mendapatkan bagian dari gunungan. Sebagian mereka percaya bahwa ubarampe yang terdapat di gunungan akan memberikan berkah tertentu bagi mereka. Bagi yang memiliki profesi dagang mereka percaya bahwa dengan demikian dagangan mereka akan laris. Demikian pula jika yang memperebutkan adalah seorang petani, maka mereka percaya bahwa tanaman mereka akan menghasilkan panenan yang baik serta tanah pertaniannya subur. Sedangkan bagi yang masih bujangan mereka percaya bahwa mereka akan cepat menemukan jodoh, dan sebagainya.

Kepercayaan demikian disebabkan oleh karena gunungan tersebut dibuat dengan disertai doa-doa. Bahkan doa resminya dilakukan oleh ulama yang ditunjuk keraton. Oleh karena hal-hal semacam itu, maka banyak orang percaya akan keberkahan dari gunungan tersebut. Tidak mengherankan juga jika dalam acara perebutan gunungan itu warga masyarakat rela menunggu hingga dalam waktu lama untuk dapat ikut memperebutkan gunungan. Mereka rela berdesak-desakan dan berpeluh ria untuk dapat memperebutkan gunungan. Resiko terinjak-injak, jatuh, bahkan kecopetan pun seolah tidak mereka pedulikan asal bisa memperoleh bagian dari ubarampe pembuat gunungan.

Antusiasme masyarakat dalam menyambut perarakan gunungan tersebut pada sisi lain menjadi daya tarik wisata yang tentu saja berimplikasi pada pemasukan devisa dan menjadi motor bagi pergerakan ekonomi di lokasi yang bersangkutan. Tidak mengherankan juga jika prosesi ini dikemas dan disatukan dengan berbagai kegiatan lain semacam PMPS yang memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha ekonominya. Bahkan untuk berbagai ajang sosialisasi program atau produk termasuk kreasi seni.

Dengan demikian pula prosesi atau hajat dalem gunungan ini bukan semata-mata sebagai simbol bagi kekucah dalem, namun dalam skala makro juga menjadi ajang berbagai kepentingan khususnya religi, budaya, dan tentu saja ekonomi.


Hubungi selengkapnya :
Nama : Agus Piranhamas
Telp : 081-556-711-744 (Indosat)
Facebook : Agus Piranhamas Realitor II (https://www.facebook.com/GURU.Internet.Marketing )


Di Post Oleh : Lia Indah Kumala Putri (9967374544) / Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) / SMK Negeri 4 Malang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar